Selasa, 27 September 2011

Berang-berang atau Kura-kura yang Jatuh Hati Adalah Kasihan :)

            Sungguh aku ingin mengusap kepalamu, Nico kecil. Nico kecil yang tak lagi kecil. Kau harus membagi pelajaran itu kepada teman-temanmu. Ya, tentang itu. Tentang mereka yang kau ~dengan polosnya~ menyebut mereka berang-berang, kura-kura, koala, rakun, atau beberapalah lagi namanya. Bagiku, cerita-ceritamu itu berarti kau sudah tak lagi kecil. Bagilah kepada mereka agar teman-temanmu pun terbelajar, terhikmah melaluimu.
            Hmm… Adalah kusebut itu hati, sesuatu yang membuatmu memiliki sensasi itu. Bagaimanalah kau menjadi tak bisa menjelaskan kenapa kau tak bisa tidur. Kau juga sampai melupakan sarapanmu, padahal kau tahu maagmu bisa kambuh kalau terus begitu. Dan terakhir kemarin, aku tahu beberapa kali kau tak khusyu dalam sholatmu.
            Ijinkan aku juga mencium keningmu.
            Tersampaikan indah kepada kita, bahwa hadist arbain yang pertama mengenai niat. Bahwa segala sesuatu kau dapatkan tergantung pada apa yang tersebut di dalam sini, di dalam hati. Hati yang mendengungkannya untukmu, sehingga kau melakukan sesuatu yang nampak itu baik tapi ternyata itu adalah sebuah kesiaan di hadapan Allah. Dari sisi Allah, sekali lagi dari sisi Allah, kau tak mendapat sedikitpun hasanah.
            Iya, aku ingat juga ketika kau menyampaikan padaku sekutip meteri kajian di masjid utara sana, tentang semisal jilbab yang kita pakai barangkali bisa saja menjadi dosa bagi kita apabila ~secara bawah sadar~ kita meniatkannya untuk menarik perhatian.
            Perhatian siapa? Perhatian berang-berang barangkali. Atau kura-kura.
            Bawah sadar. Terniatkan sudah.
            Sungguh, berolehkan aku memelukmu...
            Nico kecil, sebenarnya kau tahu teori itu, tapi entah kau kemanakan? Wahai.
            Berterimakasihlah kepada seseorang yang memeberitahumu bahwa barangkali kau egois sekali ketika melontarkan kalimat, “Ah, aku ‘kan tidak meniatkan bertingkah atau berbicara agar mereka memperhatikanku. Aku memang seperti itu. Itu aku, tidak dibuat-buat. Kalau mereka merasa aku bagaimana-bagaiman ya salahkan pikiran mereka sendiri.”
            Baiklah, kita garisbawahi kata “tidak dibuat-buat”. Nico kecil, barangkali, kita justru “perlu membuat-buat” diri kita. Bagaimanalah caranya agar tidak ada pikiran mereka itu.
            Nico kecil, tahukah bahwa kalau mungkin berang-berang, kura-kura, koala, panda juga sedang dalam proses memperbaiki diri? Mungkin mereka sedang berproses menyempurna menjaga pandangan, menjaga hati juga. Nah, takkah kau kasihan jika dengan “tidak dibuat-buatmu” itu kau bisa saja mengehentikan langkah perbaikan mereka? Nico kecil, berterimakasihlah pada seseorang yang mengataimu itu egois namanya…
            Bunga yang tersemai sebelum waktunya, serupa cinta yang tersemi sebelum masanya. Nico kecil, jatuh cinta sebelum waktunya itu kasihan. Kasihan! Maka tolonglah mereka dengan mengubah “tidak dibuat-buat”mu itu menjadi “memang perlu dibuat-buat”.
            Nico kecil, sepakatkah kita kalau “dibuat-buat” di sini berlepas dari pandangan manusia dan segenap anggapan mereka? Cukuplah Allah, yang mengetahui kau sebenarnya. Maka itu akan mudah bagimu.
            “Perlu dibuat-buat”, Nico kecil. Bukan hanya “dibuat-buat” karena kau akan merancukan maknanya.
            Oya, memangnya kenapa kalau kau tomboy? Wahai Nico kecil, apapun warnanya, kupu itu tertakdir indah, bagi siapapun penikmatnya. Jadi jangan lagi mengabsen kekurang-kekurangnmu sebagai dalih agar mereka tak menyukaimu. Ingat, kupu-kupu tertakdir indah bagi penikmat warnanya. Sungguh berbanyak orang yang bisa menyaksikan kupu-kupu, apapun warna kupu-kupu itu. Masing-masing mereka berbeda. Ada segelintir tak suka kuning, namun terkesima anggunnya hijau. Mungkin tersebutlah beberapa tak nyaman menatap biru, namun tarhanyut oleh jingga. Apapun warna kupu-kupu, tak semua orang tak suka, sebagaimana tak semua orang suka. Nah, untuk yang disebutkan pertamalah si kupu-kupu perlu menghindar.
            Bagaimana berjilbab, bagaimana berbicara, bagaimana berinteraksi dengan mereka, kau pasti sudah tahu teorinya.
Aku percaya kau padamu, Nico kecil…
Untuk Allah, mungkin kita memang “perlu dibuat-buat”.
Dan ini, sungguh ijinkan aku memintamu bersepakat denganku bahwa kita akan sama-sama menjadi lebih baik. Untuk Allah, hanya untuk Allah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar