Jumat, 06 Januari 2012

Apakah Saya Kafir?


Dewasa ini, prediksi Rasulullah semakin terbukti, bahwa Islam memang akan terbagi ke dalam bermacam-macam golongan. Beberapa golongan meyakini bahwa mengkafirkan golongan yang lain itu wajib hukumnya. Bagaimana menurut Anda?

Tidak apa-apa. Hargai cara pandang orang lain terhadap dunia.

Bagaimana jika kasus yang terjadi, banyak pemuda yang kemudian menjadi berlaku kasar terhadap orang tua kandungnya (ada yang jadi bolos sekolah, minggat, memaki-maki orang tuanya kafir,dll) ?

Qur'an surah Al Luqman secara indah mengajari kita berlaku lemah lembut terhadap orang tua. Pun ketika keduanya berbeda agama. Menolak orang tua pun juga dengan ilmu. Selama perintah orang tua tidak berlawanan dengan syariat, laksanakan saja :)

Bukankah model pengkafiran mereka juga menggunakan ayat sehingga seolah tak terbantahkan?

Al Qur'an dan Sunnah jelas mutlak tak terbantahkan kebenarannya. Tapi silahkan bertanya kepada hati nurani masing-masing, mungkin tdk  qur'an dan sunnah jika digunakan dg cara yg salah akhirnya mjd salah juga pemaknaanya?

Apakah ajaran mereka sesat?

Wallahu a'lam bishshawab. Kita tidak pernah mengetahui siapa sesat siapa benar.  Kita tidak tahu, boleh jadi jika  misal saya mengkafirkan seseorang ternyata orang tersebut justru lebih dulu menginjakkan kaki di jannah atas ijin Allah. Pun kita tidak tahu isi hati orang lain, sehingga kita tidak tahu seberapa tinggi kadar iman yang mungkin kita vonis kafir. Allah mengetahui isi hati, sedangkan kita tidak. Kita tidak tahu siapa yang akan khusnul khatimah pada akhirnya. Dengan dasar ketidaktahuan inilah, baiknya kita menghargai golongan yang lain, menyadari bahwa memvonis itu bukan hak kita.

Sampai saat ini, jumlah mereka bertambah. Bagaimana menurut Anda?

Kita lihat pola "dakwah" mereka. Generalize (menggeneralisir), deletion (penghapusan), dan distorsi atau pengaburan.
Menyamaratakan setiap anggota dalam komunitas A adalah kafir misalnya, adalah contoh dari generalize. Sering menggunakan dalil yang parsial dan terpotong. Atau mungkin dalil lengkap tetapi jika dirunut kepada asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat atau hadits) jelas konteksnya berbeda, ini adalah contoh deletion dan distorsi sekaligus. Bisa kita bayangkan jika surah Al 'Alshr hanya berbunyi " Demi masa sesungguhnya manusia kerugian" ? Bukankah Allah lalu menyambungnya dengan "Kecuali..."
Pola-pola ini jika diikuti akan menghadirkan ketakutan pada diri objek "dakwah".
Bukankah kita tahu karakter hidayah adalah pencerahan hati, bukan ketakutan dan putus asa? Harapan adalah dari Allah, sedangkan was-was adalah dari syaithan.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?

Jika dihadapkan pada suatu berita, hendaklah kita mentabayunkan (mengkonfirmasi) kepada sumbernya. Debat adalah pilihan nomor ekor. Bukankah Rasulullah juga membudayakan tabayun? 
Tanyakan apa-apa terkait pernyataan pengkafiran mereka. Misal jika mereka menyodorkan dalil Qur'an, minimal kita tanyakan :

Shahih menurut siapa?
Dalilnya benar menurut versi siapa? Bagaimana asbabun nuzulnya?
Bagaimana terjemahan aslinya?

atau

Kata siapa artikel yang Anda kemukakan itu benar?

Jika mereka marah dimana marah adalah pertanda bahwa keyakinan mereka sedang disentuh, Marah berarti mungkin ada yang salah. Marah bisa dalam bentuk hujatan kepada kita, atau penyangkalan-penyangkalan terhadap kita. Jika kita benar, bukankah kita akan dengan ringan dalam menjawab?  Ingat kisah Malaikat Jibril mendatangi majelis Rasulullah dan bertanya kepada rasulullah? Atau pertanyaan-pertanyaan para shahabat yang selalu dengan menyentuh dijawab oleh rasulullah?

Dakwah Rasulullah adalah tentang rasa, bukan logika.

Di samping ilmu fiqh, pun ada ilmu akhlak, aqidah, dan ilmu lain yang menyeimbangkan. Yang menjadikan semakin merunduk padi seiring dengan menguningnya.

Dalil shahih adalah benar, tapi jika hanya disampaikan dengan logika hanya akan menghadirkan pertanyaan,
"Lalu kenapa?"

:)

Jika teman-teman d sini atau saudara kita sedang mengalami galau (hehe) atas vonis kafir terhadap dirinya, silahkan bertanya kepada orang lain sebanyak mungkin. Tanya saya juga boleh, insya Allah kita belajar bersama bagaimana menggali informasi valid agar kita tidak tertipu.

Sebelum ada tabayun, kita belum bisa memvonis salah dan benar, Kawan :)

(jika menurut teman-teman baik untuk orang lain, silahkan share tulisan ini)
...

Titis Gie

TRAINER'S DIARY #1 : "The Art of Pretending"

Salah satu jurus mutakhir dalam pencapaian sebuah mimpi besar adalah menampilkannya tiap detail kecilnya dalam pikiran kita. Beberapa buku motivasi bahkan sudah menjelaskannya secara ilmiah (saya tidak tahu seberapa tertarik teman-teman jika nanti di tengah tulisan, penjelasan ilmiah ini saya singgung). Semakin bicara visualisasi cita-cita ini, semakin seru juga kalau saya tuangkan visualisasi mimpi saya. Berikut visualisasinya:

Begitu detail, saya membayangkan saya berada di lantai 2 meeting room Hotel All Season di daerah Malioboro. Hotel berbintang 3 dengan konsep warna-warni milik investor jaringan Australia pada tanggal 12 Agustus 2014. Dihadiri 20 peserta training, saya yang saat itu mengenakan setelan blazer kain Super Black berdiri menjelaskan sebuah sub bab materi tentang The Art of Pretending, yah, seni berpura-pura.

Saya berjalan mendekati seorang peserta.
Saya : " Silahkan Anda berpura-pura berdiri"
(Sedetik kemudian, peserta tersebut benar-benar berdiri)

Saya : (sedikit menyerong menghadap peserta sebelah) " Sekarang Anda bisa berpura-pura tersenyum dengan sepenuh hati".
(Luar biasa peserta tersebut benar-benar tersenyum).

...

Thaaaaat's right!

Ketika kita berpura-pura melakukan sesuatu, sebenarnya kita memang sedang mengajari tubuh kita juga unconcsious kita untuk melakukan hal yang sama. Teman-teman pembaca Minimagz sekalian bisa mencobanya, saat ini saya sedang membayangkan teman-teman berpura-pura tersenyum semanis yang teman-teman bisa, dan anehnya teman-teman merasakan perubahan luar biasa pada mood teman-teman saat ini. Saya sih tidak tahu seberapa besar bagian dari hati teman-teman yang membenarkan teori saya ini. Yeah, just let it flow..

“Apabila salah seorang dari kalian marah dalam kondisi berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring.” (HR. Ahmad, Shohih)

Besar yah, pengaruh gerakan tubuh dalam pengelolaan mood seseorang? Lalu apa kaitannya dengan tema yang Minimagz angkat di edisi ini?

Thaaaaaaaaaat's right again!!!

Sebuah ilmu diragukan kemanfaatannya jika tidak bisa diterapkan untuk kemanfaatan bersama. Untuk kehidupan bermasyarakat, saya punya beberapa pertanyaan untuk teman-teman pembaca sekalian:

1. Seberapa bahagia hati tetangga kita jika mulai pagi ini kita berpura-pura menyapa mereka dengan setulus hati?
2. Seberapa erat silaturrahmi akan terbangun jika kita bersedia berpura-pura memberi mereka sebagian dari apa yang kita masak (apalagi jika tetangga kita sampai mencium aroma masakan kita,yah?)?
3. Seberapa tersentuh hati tetangga jika kita bersedia sejenak saja berpura-pura peduli pada kabar mereka hari ini?
4. Seberapa layak kita menjadi tengga terbaik nomor 1 jika saja diadakan lomba Tetangga Teladan Pilihan?

Klik! Sebaik apapun jawaban teman-teman, terima kasih sudah berkenan membaca :D
Salam sukses dari saya.

[ especially dedicated for Minimagz's Reader ]

Magnificent for All !!
_Titis Gie
www.facebook.com/titis.gie.breakaway